A. Pengertian
Injeksi
adalah
sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput
lendir.
Dalam FI.ed.IV, sediaan steril
untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi
5 jenis yang berbeda :
1. Sediaan berupa larutan dalam
air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan untuk injeksi, ditandai
dengan nama, Injeksi................
Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan.
Misalnya :
Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection
Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata
ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau
propilenglikol dan air
2 Sediaan padat kering (untuk
dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai
memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama , ...................Steril.
Dalam FI.ed..III disebut
berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok
dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi.
Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin
Sulfat steril
3 Sediaan padat kering dengan
bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan
bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama , ............
Steril untuk Suspensi.
Dalam FI.ed.III disebut berupa
zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan
steril, hasilnya merupakan suspensi yang
memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk
suspensi.
4 Sediaan berupa suspensi
serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena
atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah
disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril) .
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
5 Sediaan berupa emulsi,
mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai
dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
Dalam FI.ed.III disebut
bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang
memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi
B. Macam-Macam Cara Penyuntikan
1. Injeksi intrakutan ( i.k / i.c ) atau intradermal
Dimasukkan ke
dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml, berupa
larutan atau suspensi dalam air.
2. Injeksi subkutan ( s.k / s.c ) atau hipodermik
Disuntikkan ke
dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar,
volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat
isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam
jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut
tidak dapat diberikan infus intravena. Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".
3. Injeksi intramuskuler ( i.m )
Disuntikkan ke
dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi dalam bentuk larutan,
suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan dapat diserap
dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud
untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan antra 4 - 20 ml,
disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravenus ( i.v )
Disuntikkan
langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan
menyumbat pembuluh darah vena tersebut. Dibuat isitonis, kalau terpaksa dapat
sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat / perlahan-lahan dan tidak
mempengaruhi sel darah); volume antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang
diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut "infus
intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak
boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak
boleh mengandung bakterisida
Injeksi
i.v dengan volume
10 ml atau
lebih harus bebas
pirogen.
5. Injeksi intraarterium ( i.a )
Disuntikkan ke
dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume antara 1 - 10 ml, tidak
boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd )
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung
atau ventriculus, tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam
keadaan gawat.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural
( i.d ), subaraknoid.
Disuntikkan
langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak ( antara 3 -4
atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus
isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan
anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah
anatomi disini sangat peka.
8. Intraartikulus
Disuntikkan ke
dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.
9. Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke
dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari
1 ml.
10. Injeksi intrabursa
Disuntikkan ke
dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi
dalam air.
11.
Injeksi
intraperitoneal ( i.p )
Disuntikkan
langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar
12. Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural,
terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang
belakang.
C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik
1. Bahan obat / zat berkhasiat
2. Zat pembawa / zat pelarut
3. Bahan pembantu / zat tambahan
4. Wadah dan tutup
a)
Memenuhi syarat yang
tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam Farmakope.
b)
Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c)
Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara
kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.
Dibedakan
menjadi 2 bagian :
a)
Zat
pembawa berair
Umumnya
digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl,
injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air, menggunakan air
untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh
isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi
NaCl atau injeksi Ringer dapat
digunakan untuk pengganti air untuk
injeksi.
Air untuk injeksi ( aqua pro
injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca
netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan
pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan
segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus
disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan
mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil
mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera
digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus
disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
b)
Zat
pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk
injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol.
Arachidis.
Pembawa
tidak berair diperlukan apabila :
(1)
Bahan obatnya sukar larut
dalam air
(2)
Bahan obatnya tidak stabil /
terurai dalam air.
(3)
Dikehendaki efek depo
terapi.
Syarat-syarat minyak untuk
injeksi adalah :
(1)
Harus jernih pada suhu 100
.
(2)
Tidak berbau asing / tengik
(3)
Bilangan asam 0,2 - 0,9
(4)
Bilangan iodium 79 - 128
(5)
Bilangan penyabunan 185 -
200
(6)
Harus bebas minyak mineral
(7)
Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang menjadi
jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik
Obat suntik dengan pembawa
minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m.
Ditambahkan
pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a)
Untuk mendapatkan pH yang
optimal
b)
Untuk mendapatkan larutan
yang isotonis
c)
Untuk mendapatkan larutan
isoioni
d)
Sebagai zat bakterisida
e)
Sebagai pemati rasa setempat
( anestetika lokal )
f)
Sebagai stabilisator.
Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan
untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara
lain tidak berbahaya dalam jumlah yang
digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan
kadar.
Tidak
boleh ditambahkan bahan pewarna,
jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan
harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain
berlaku sebagai berikut :
§ Zat yang mengandung raksa
dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
§ Golongan Klorbutanol,
kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
§ Belerang dioksida atau
sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit
, tidak lebih dari 0,2 %
a)
Untuk mendapatkan pH yang optimal
pH optimal untuk
darah
atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri.
Karena tidak
semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH
cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1. Menjamin stabilitas obat, misalnya
perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya
reaksi dari obat.
2. Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit
waktu disuntikkan.
Jika
pH terlalu tinggi (lebih dari 9)
dapat menyebabkan nekrosis jaringan
(jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa
sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil dalam lingkungan
asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .
pH dapat diatur dengan cara :
1. Penambahan zat tunggal ,
misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
2. Penambahan larutan dapar,
misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat tetes mata.
Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :
1. Kecuali darah, cairan tubuh
lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
2. Pada umumnya larutan dapar
menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
3. Bahan obat akan diabsorpsi
bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat didapar pada pH yang
tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh dari pH
isohidri, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan
kapasitas dapar.
b)
Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat
suntik dikatakan isotonis jika :
1. Mempunyai
tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah, cairan
lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 %
b/v.
2.
Mempunyai titik beku sama
dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.
Jika larutan
injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 % b/v,
disebut " hipertonis ",
jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9
% b/v disebut " hipotonis "
.
Jika larutan
injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel
, sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak
akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.
Jika larutan
injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan
masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel
itu dan keadaan ini bersifat tetap. Jika
yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan
dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.
Jadi sebaiknya
larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi
jangan sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan
osmotis larutan injeksi yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.
Larutan injeksi dibuat isotonis terutama pada
penyuntikan :
1. Subkutan : jika tidak isotonis dapat
menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar penyuntikan dapat rusak, penyerapan
bahan obat tidak dapat lancar.
2. Intralumbal , jika terjadi perubahan
tekanan osmotis pada cairan lumbal, dapat menimbulkan perangsangan pada selaput
otak.
3. Intravenus, terutama pada Infus
intravena, dapat menimbulkan haemolisa.
Perhitungan Isotonis
Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan
obat yang sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh kita. ( darah, air mata )
Hipotonis : tekanan osmotis larutan obat < tekanan osmotis cairan
tubuh
Hipertonis : tekanan osmotis larutan obat > tekanan osmotis cairan tubuh
Cara menghitung tekanan osmose :
Banyak rumus dipakai, yang pada
umumnya berdasarkan pada perhitungan terhadap penurunan titik beku. Penurunan
titik beku darah, air mata adala -0,520
C.
Larutan NaCl 0,9 % b/v adalah larutan
garam fisiologis yang isotonis dengan cairan tubuh.
Beberapa cara
menghitung tekanan osmose :
a. Dengan cara penurunan titik
beku air yang disebabkan 1% b/v zat khasiat (PTB)
b.
Dengan cara Equivalensi NaCl
c. Dengan cara derajat
disosiasi
d. Dengan cara grafik
Cara PTB dengan rumus menurut FI.
Suatu larutan
dinyatakan isotonik dengan serum atau cairan mata, jika membeku pada suhu -0,520 C. Untuk memperoleh larutan
isotonik dapat ditambahkan NaCl atau zat lain yang cocok yang dapat dihitung
dengan rumus :
Rumus-1 :
|
B =
|
0,52 – b1
C
|
b2
|
Keterangan :
B
|
adalah bobot
zat tambahan ( NaCl ) dalam satuan gram
untuk tiap 100 ml larutan
|
0,52
|
adalah titik
beku cairan tubuh ( -0,520 )
|
b1
|
adalah PTB zat
khasiat
|
C
|
adalah
konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat
|
b2
|
adalah PTB zat
tambahan ( NaCl )
|
Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :
1
|
Keadaan Isotonis apabila
nilai B = 0 ; maka b1
C = 0,52
|
2.
|
Keadaan hipotonis apabila
nilai B positip ;
maka b1
C < 0,52
|
3.
|
Keadaan hipertonis apabila nilai B
negatip ;
maka b1
C > 0,52
|
Contoh soal :
1. Jika diketahui bahwa
penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1 % b/v Asam Borat 0,288 , maka kadar asan borat dalam 300 ml larutan
asan borat isotonis adalah ...............
a.
1,805 % b/v c.
5,410 % b/v
b.
0,402 % b/v d. 5,417 % b/v
Jawab :
Misalkan kadar asam borat = X%b/v
B
=
|
0,52 - b1C
|
||
b2
|
|||
Agar
isotonis, maka 0 =
|
0,52 - 0,288 * X
|
||
b2
|
|||
0,288 X = 0,52
® X = 1,805
Jadi kadar Asam
Borat = 1,805 % b/v
2. Jumlah volume larutan
glukosa yang isotonis dapat dibuat jika tersedia 50 gram glukosa ( PTB glukosa = 0,1 ),
adalah...........
a. 555,6 ml b. 868,1 ml c. 892,9 ml d. 961,5
ml
Jawab :
Misalkan kadar glukosa = X % b/v
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 -
0,1 X ® X = 0,52/0,1 = 5,2
Jadi untuk tiap
100 cc diperlukan Glukosa sebanyak 5,2 gram. Dengan demikian apabila Glukosa
yang tersedia 50 gram, maka volume yang diperoleh sebanyak :
50
|
x 100 CC =
99,601 CC
|
50,2
|
3. Bila dicampur 100 ml larutan
asam borat 1,8 % b/v dan 100 ml larutan garam dapur 0,9 % b/v dan diketahui
penurunan titik beku larutan disebabkan 1 % asam borat = 0,288, Natrium klorida
= 0,576 maka akan didapat larutan yang .......
a.
hipotonis c. isotonis
b.
hipertonis d.
sangat hipertonis
Jawab :
C asam borat
menjadi = 1,8 gram/200 ml ® 0,9 gram/100
ml ® 0,9 % b/v
C NaCl menjadi = 0,9
gram/200 ml ® 0,45 gram/100
ml ® 0,45 % b/v
Jadi b1 x C + b2 x C 2
= 0,9 x 0,288 + 0,45 x 0,576
= 0,2592 + 0,2592
= 0,5184 = 0,52
® Berarti b x C = 0,52 atau harga B = 0, maka larutan
tersebut isotonik.
4. Jika diketahui penurunan
titik beku air yang disebabkan oleh 1% vitamin C adalah 0,104 ° C, maka untuk
membuat 500 ml larutan vitamin C isotonis diperlukan vitamin C sebanyak ......
a. 5 gram b. 10 gram c. 15 gram d. 25
gram
Jawab:
Misalkan kadar
Vit.C = X % b/v
B
=
|
0,52 - b1C
|
||
b2
|
|||
Agar
isotonis, maka 0 =
|
0,52 - 0,104 * X
|
||
b2
|
|||
0,104 X = 0,52
® X = 5
Jadi kadar Vit
C =
5 % b/v, maka untuk 500 cc
diperlukan Vit.C sebanyak 500/100 x 5 gram = 25 gram
5. R/ Methadon
HCL 10 mg
mf. Isot. C. NaCl ad. 10 ml
a = 0,101 (PTB
Methadon HCl)
b = 0,576 (PTB. NaCl)
Maka NaCl yang
diperlukan supaya larutan isotonis adalah ..
A.
0,088 g C.
0,885 g
B.
0,073 g D.
tidak perlu ditambah
Jawab :
C Methadon
HCL = 10 mg/10 ml
® 0,100 gram/ 100 ml ® 0,1% b/v
B
=
|
0,52 – b1C
|
||
b2
|
|||
Agar
isotonis, maka B =
|
0,52 - 0,1 x 0,101
|
||
0,576
|
|||
B = 0,885243
Jadi bobot NaCl
yang masih diperlukan untuk tiap 100 cc = 0,885243 gram, maka untuk 10 cc ,
bobot NaCl yang masih diperlukan adalah = 0,0885243 gram ≈ 0,088 gram
Cara Ekivalensi NaCl.
Yang dimaksud dengan ekivalen dari NaCl ( E ) adalah sekian
gram NaCl yang memberikan efek osmose yang sama dengan 1 gram dari suatu zat
terlarut tertentu.
Jika E Efedrin
HCl = 0,28 ; berarti tiap 1 gram Efedrin HCl ~ 0,28 gram NaCl. Jadi dapat dianalogikan
sebagai berikut :
Ex = a
; artinya tiap 1 gram zat X ~ a
gram NaCl
Ex = E
; artinya tiap 1 gram zat X ~ E
gram NaCl
Jika bobot zat X
= W gram ® maka ekivalennya
adalah W x E gram NaCl
Larutan isotonis
NaCl 0,9 % b/v ; artinya tiap 100 ml
NaCl ~ 0,9 gram NaCl
Jika bobot
NaCl = W x E gram ; maka Volume yang isotonis adalah ( W x E )100/0,9 ; sehingga dapat kita rumuskan sebagai berikut :
Rumus-2
|
V' = ( W x E ) 100/0,9 = ( W x E ) 111,1
|
Keterangan :
V' = Volume larutan yang sudah isotonis dalam satuan ml.
W = bobot zat aktip dalam satuan gram
E = Nilai ekivalensi zat aktip
Jika Volume
larutan = V ml dan Volume yang sudah
isotonis = V' ml ; maka Volume
yang belum isotonis adalah
(V - V') ml , sedangkan volume untuk tiap 100 ml
NaCl agar isotonis ~
0,9 gram NaCl, maka bobot NaCl ( B
) yang masih diperlukan agar larutan menjadi isotonis adalah
( V - V ' ) x 0,9 / 100 ,
maka B = ( V - V ' ) x 0,9 / 100
atau B =
( 0,9/100 x V ) - ( 0,9/100 x V' ).
Jika V' kita ganti dengan ( W x E ) 100 / 0,9 ,
maka B = { 0,9/100 x V } – { 0,9/100 x ( W x E )
100/0,9 }
dan akhirnya kita
dapatkan rumus sebagai berikut :
Rumus-3 :
|
B = 0,9/100 x V - ( W x E )
|
Keterangan :
B = bobot
zat tambahan dalam satuan gram.
V = Volume
larutan dalam satuan ml
W = bobot
zatkhasiat dalam satuan gram
E =
Ekivalensi zat aktif terhadap NaCl
Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :
1.
|
Keadaan Isotonis apabila
nilai B = 0 ;
maka 0,9/100
x V = ( W x E )
|
2.
|
Keadaan hipotonis apabila
nilai B positip;
maka 0,9/100
x V > ( W x E )
|
3.
|
Keadaan hipertonis apabila nilai B
negatip;
maka 0,9/100 x V < ( W x E )
|
Contoh Soal :
1. Bila 0,76 gram NaCl harus
ditambahkan ke dalam 100 ml 1 % b/v larutan Atropin Sulfat, maka larutan
Atropin Sulfat isotonis adalah........................
a. 6,43 % b/v b. 6 % b/v c. 2 % b/v d.
1,18 % b/v
Jawab :
Cara A :
E Atropin
sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140
Artinya 1 gram
Atropin sulfat ~ 0,14 gram NaCl
(dalam 100 ml)
Jadi untuk
larutan isotonis 0,9 gram NaCl dalam 100
ml ekivalen dengan 0,9/0,14 x 1 gram
Atropin sulfat =
6,43 gram/100 cc = 6,43 % b/v
Cara B :
E Atropin
sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140 ; dan volume 100 ml
Dengan
rumus3 jika isotonis = 0,9/100 x 100 = W x 0,140
W = 0,9/0,140=
6,43
Jadi larutan
Atropin Sulfat isotonisnya adalah 6,43 gram dalam 100 ml atau 6,43 % b/v
2. Hitung berapa mg NaCl yang
diperlukan untuk membuat larutan 2 % b/v Morfin HCl yang isotonis sebanyak 30
ml , jika diketahui dalam Tabel ekivalen FI untuk morfin adalah 755 ,
......................
Jawab :
Dalam tabel
ekivalen FI untuk Morfin HCl = 755,
artinya 1 gram
Morfin HCl menyebabkan ekivalen dengan
900 mg – 755 mg = 145 mg NaCl untuk tiap 100 ml atau dengan kata lain E
Morfin HCl = 0,145.
Bobot 2 % Morfin
HCl dalam 30 ml larutan = 2/100 x 30 gram = 0,6 gram
Dari rumus3 ,
B =
|
0,9
|
V - (
W x E )
|
100
|
||
=
|
0,9
|
30 - (0,6 x 0,145) = 0,27 - 0, 087 =
0,183
|
100
|
Jadi bobot NaCl
yang masih harus ditambahkan adalah
0,183 gram
3. Bobot NaCl yang harus
ditambahkan pada Seng Sulfat 500 mg ( E= 0,15 ) dalam 30 ml larutan agar
larutan menjadi isotonis adalah..........................
a.
0,825 gram c.
0,150 gram
b.
0,195 gram d.
0,0825gram
Jawab : Dari rumus3 ,
B =
|
0,9
|
V -
(W x E)
|
100
|
||
=
|
0,9
|
30 -
(0,5 x 0,15) = 0,27 - 0,
075 =
0,195
|
100
|
Jadi bobot NaCl
yang masih harus ditambahkan adalah
0,195 gram
4.
|
R/
|
Procaine HCL
|
1,0
|
E Procaine
HCL = 0,24
|
Chlorbutanol
|
0,5
|
E
Chlorbutanol = 0,18
|
||
NaCl
|
qs ad isot
|
|||
Aquadest
|
ad 100 ml
|
NaCl yang diperlukan untuk resep diatas
adalah ............
a.
0,33 c. 0,57
b.
0,9 d. tidak perlu
ditambahkan
Jawab : Dari rumus3 :
B =
|
0,9
|
V - (
(W1 x E1) + (W2 x E2) )
|
100
|
||
=
|
0,9
|
100 – ( 1 x
0,24 + 0,5 x 0,18 )
|
100
|
||
=
|
0,9 - ( 0,24 +
0,09 ) = 0,9 - 0,33 = 0,57
|
Jadi bobot NaCl
yang masih diperlukan adalah 0,57 gram
5. Untuk membuat 60 ml larutan
isotonik yang mengandung 1 % Halocain HCl ( E= 0,17 ) dan 0,5% Chlorbutanol (
E= 0,18 ) diperlukan Asam Borat ( E= 0,55 ) sebanyak.............
a.
0,135 gram c.
0,384 gram
b.
0,156 gram d. 0,698 gram
Jawab :
Bobot Halocain = 1/100
x 60 gram = 0,6 gram;
Bobot
Chlorbutanol = 0,5/100 x 60 gram = 0,3 gram
dan Bobot asam
borat misalkan X gram ;
Dari rumus 3 ;
B =
|
0,9
|
V - (
(W1 x E1) + (W2 x E2) + + (W3
x E3) )
|
100
|
||
0 =
|
0,9
|
60 – ( 0,6 x
0,17 + 0,3 x 0,18 + 0,55. X )
|
100
|
||
0 =
|
0,54 - ( 0,102
+ 0,054 + 0,55 X )
|
|
0 =
|
0,54 - 0,102 -
0,054 - 0,55 X
|
|
0,55 X = 0,384
----------> X = 0,698181 ( dibulatkan 0,698 )
|
Jadi Asam
Borat yang diperlukan adalah 0,698181 gram = 0, 698 gram
6. Untuk membuat isotonik 10 ml
Guttae ophthalmicae yang mengandung 0,25 % b/v Atropin sulfas ditambahkan NaCl
sebanyak....................
(diketahui E Atropin sulfas = 0,14 )
a. 0,0055 b. 0,029 c. 0,084 d. 0,086
Jawab : Dari rumus 3 ;
B =
|
0,9
|
V - (
W x E)
|
100
|
||
=
|
0,9
|
10 – ( 0,025 x
0,14 )
|
100
|
||
=
|
0,09 - 0,0035
= 0,0865 ( dibulatkan 0,086 )
|
Jadi bobot NaCl yang ditambahkan adalah =
0,086 gram.
7. Untuk membuat 200 ml larutan
isotonis yang mengandung 0,2 % b/v Zinci sulfas ( E= 0,15 ) diperlukan penambahan Acidum
Boricum ( E= 0,55 ) sebanyak.........
a. 1,58 gram b. 2,91 gram c. 3,16 gram d. 3,60 gram
Jawab.
Bobot Zinci
sulfas = 0,2/100 x 200 gram = 0,4 gram
Bobot Acidum
Boricum misalkan X gram; maka dari rumus 3 ;
B =
|
0,9
|
V - (
(W1 x E1) + (W2 x E2))
|
100
|
||
Agar isotonic,
maka :
|
||
0 =
|
0,9
|
200 – ( 0,4 x
0,15 + 0,55 X )
|
100
|
||
0 =
|
1,8 - 0,06 - 0,55 X
|
|
0,55 X = 1,74
---> X 3,1636363 ( dibulatkan 3,163 )
|
Jadi Acidum Boricum yang ditambahkan adalah 3,163 gram
c) Untuk mendapatkan isoioni
Yang dimaksud isoioni adalah
larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama dengan ion-ion yang
terdapat dalam darah, yaitu : K+ , Na+ , Mg++
, Ca++ , Cl-. Isoioni diperlukan pada penyuntikan dalam
jumlah besar, misalnya pada infus intravena.
d) Sebagai zat bakterisida
/ bakteriostatik
Zat bakterisida perlu ditambahkan jika :
1. Bahan obat tidak
disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2. Bila larutan injeksi
disterilkan dengan cara penyaringan melalui penyaring bakteri steril.
3. Bila larutan injeksi
disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 980 – 1000
selama 30 menit.
4. Bila larutan injeksi
diberikan dalam wadah takaran berganda.
Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan
jika :
1. sekali penyuntikan melebihi
15 ml.
2. Bila larutan injeksi
tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes mata Atropin Sulfat dalam
pembawa asam borat, tak perlu ditambah bakterisida, karena asam borat dapat
berfungsi pula sebagai antiseptik ).
3. Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural,
intrasisternal, intraarterium dan intrakor.
e) Sebagai zat pemati rasa
setempat / anestetika lokal
Digunakan untuk mengurangi rasa
sakit pada tempat dilakukan penyuntikan , yang disebabkan larutan injeksi
tersebut terlalu asam. Misalnya Procain
dalam injeksi Penicillin dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-compleks,
Benzilalkohol dalam injeksi Luminal-Na.
f) Sebagai Stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas
larutan injeksi dalam penyimpanan. Stabilisator digunakan untuk :
(1)
Mencegah terjadinya oksidasi
oleh udara, dengan cara :
(a)
Mengganti udara di atas
larutan injeksi dengan gas inert, misalnya gas N2 atau gas CO2.
(b)
Menambah antioksidant untuk
larutan injeksi yang tidak tahan terhadap O2 dari udara. Contohnya :
penambahan Na-metabisulfit / Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi
Vit.C, Adrenalin dan Apomorfin.
(2)
Mencegah terjadinya endapan
alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas. Untuk ini dapat dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat
ion logam yang lepas dari gelas / wadah kaca atau menambah HCl sehingga
bersuasana asam.
(3)
Mencegah terjadinya
perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
(4)
Menambah / menaikkan
kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam Sol.Petit, penambahan Etilendiamin
pada injeksi Thiophyllin.
Dibedakan : wadah
untuk injeksi dari kaca atau plastik.
Dapat juga
dibedakan lagi menjadi :
§ Wadah dosis tunggal ( single dose ), wadah untuk sekali pakai
misalnya ampul.
§ Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga tertutup kedap
tanpa penutup karet.
§ Wadah dosis ganda ( multiple dose ), wadah untuk beberapa
kali penyuntikan, umumnya ditutup dengan karet dan alumunium, misalnya vial ( flakon ) , botol.
Wadah kaca
Syarat wadah kaca :
1. Tidak
boleh bereaksi dengan bahan obat
2. Tidak
boleh mempengaruhi khasiat obat.
3. Tidak
boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4. Harus
dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5. Dapat
ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6. Harus
memenuhi syarat " Uji Wadah kaca
untuk injeksi "
Wadah dari
plastik ( polietilen, polipropilen ) .
Keuntungan :
netral secara
kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah diangkut, tidak
diperlukan penutup karet.
Kerugian :
dapat ditembus
uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat ditembus gas CO2.
Wadah plastik
disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.
Digunakan pada
wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas / kaca. Tutup karet dibuat dari karet
sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus dibuat
dari bahan yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.
Syarat tutup karet yang baik adalah bila
direbus dalam otoklaf, maka :
a.
Karet tidak lengket / lekat,
dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak melepaskan pecahannya serta segera
tertutup kembali setelah jarum suntik dicabut.
b.
Setelah dingin tidak boleh
keruh.
c.
Uapnya tidak menghitamkan
kertas timbal asetat ( Pb-asetat ).
Cara mencuci :
mula-mula
dicuci dengan detergen yang cocok, jangan
memakai sabun Calsium / Magnesium
karena ion-ion itu akan mengendap pada
dinding kaca. Bilas dengan air dan rebus beberapa kali pendidihan, tiap
kali pendidihan, air diganti.
Cara sterilisasi :
masukkan
tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan dengan
cara sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida yang
digunakan harus sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat suntiknya
dengan kadar 2 kalinya dengan volume untuk tiap 1 gram karet dibutuhkan 2 ml.
Tutup karet yang
mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam larutan
bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48
jam.
Persiapan pembuatan obat suntik :
1. Perencanaan
Direncanakan
dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan
sterilisasi akhir ( nasteril ).
Pada pembuatan
kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk kaca,
kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau
flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat
disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet,
didihkan selama 30 menit
dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring,
kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan besar-besaran
di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.
2 Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan
dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan penyaringan,
kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i yang sudah
dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.
3 Penyaringan
Lakukan
penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam
filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa
sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.
4 Pengisian ke dalam wadah
Cairan :
Farmakope
telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
jumlah
bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi melalui
corong.
Pengisian dengan
wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup dengan pemijaran,
harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan
wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan
dengan :
a. memberi
pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b. menyemprot
dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa berair.
5. Penutupan
Wadah
Wadah dosis
tunggal :
ditutup
dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis
ganda :
ditutup
dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke dalam.
Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.
6 Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan
persyaratan masing-masing monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.
7 Uji sterilitas pada teknik aseptik
Sediaan steril
selalu dilakukan Uji Sterilitas
sebelum sediaan itu diedarkan ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
ke
dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan
steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 320 selama 7 hari. Jika
terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yang terjadi pada waktu
pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang steril.
Pembuatan
larutan injeksi :
Dalam garis
besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptik
2. Cara non-aseptik ( Nasteril )
1.
Cara aseptic :
Digunakan kalau
bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya :
Zat
pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang
lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat
pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga
terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
Skema pembuatan secara aseptik :
Zat pembawa ( steril )
|
Zat pembantu ( steril )
|
|||
Alat untuk pembuatan
( gelas )
↓
|
||||
Dicuci
|
→
|
disterilkan
|
→
|
Dilarutkan ( ruang
steril )
|
wadah ( ampul, vial )
↓
|
↓
|
|||
Dicuci
|
→
|
disterilkan
|
→
|
Diisi
↓
|
Ditutup kedap
↓
|
||||
Dikarantina
↓
|
||||
Diberi etiket dan dikemas
|
Diperiksa
|
|||
2.
Cara non-aseptik ( NASTERIL ).
Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya :
bahan
obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan
injeksi. Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam
filtrat larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat
mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.
Skema pembuatan secara non-aseptik :
Zat pembawa
|
Zat pembantu
|
|||
Alat untuk pembuatan
( gelas )
↓
|
||||
Dicuci
|
Dilarutkan ( ruang
steril )
↓
|
|||
wadah ( ampul, vial )
↓
|
Disaring
↓
|
|||
Dicuci
|
Diisi
↓
|
|||
Ditutup kedap
↓
Disterilkan
↓
|
||||
Dikarantina
↓
|
||||
Diberi etiket dan dikemas
|
Diperiksa
|
|||
E. Pemeriksaan
Setelah larutan injeksi ditutup
kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan kemudian yang terakhir
diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan
warna..
5. Pemeriksaan keseragaman
bobot.
6. Pemeriksaan keseragaman
volume.
Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas
disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
Untuk mengetahui
kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan
pemanasan.
(i) Ampul :
disterilkannya
dalam posisi terbalik dengan ujung yang
dilebur disebelah bawah. Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau
berkurang setelah selesai sterilisasi .
(ii) Vial :
setelah
disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru
0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen
biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa
pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa
dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya
akan terisap keluar.
Digunakan untuk menetapkan ada
tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam sediaan yang diperiksa.
Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji sterilitas,
untuk zat-zat :
a.
Pengawet : larutan
diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.
b.
Antibiotik : daya
bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym
Penicillinase.
Menurut FI.
ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a.
Dibuat perbenihan A untuk
memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
i. Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding digunakan Bacillus subtilise atau Sarcina
lutea.
ii. Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan
memanaskan pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk
bakteri anaerob, sebagai pembanding digunakan Bacteriodes vulgatus atau Clostridium
sporogenus.
b.
Dibuat perbenihan B untuk
memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai perbenihan asam amino,
sebagai pembanding digunakan Candida albicans
Penafsiran
hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama
tidak kurang dari 7 hari, tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.
Pirogen : Berasal dari
kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam / panas. Pirogen adalah Zat yang terbentuk dari hasil
metabolisme mikroorganisme ( bangkai mikroorganisme ) berupa zat eksotoksin dari
kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang mengandung unsur
Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat badan,
dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika
disuntikkan. (reaksi demam setelah 15
menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang
pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.
Cara menghilangkan pirogen
1. Untuk
alat / zat yang tahan terhadap pemanasan ( jarum suntik, alat suntik dll.)
dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit
2. Untuk
aqua p.i ( air untuk injeksi ) bebas pirogen :
a.
Dilakukan oksidasi :
§
Didihkan dengan larutan H2O2
1 % selama 1 jam.
§
1 liter air yang dapat
diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4 0,1 N dan 5 ml larutan 1 N, disuling dengan
wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.
b. Dilakukan
dengan cara absorpsi :
Saring dengan
penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3
Panaskan dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 600
selama 5 – 10 menit ( literatur
lain 15 menit ) sambil sekali-sekali
diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter
asbes.
Cara mencegah terjadinya pirogen :
1.
Air suling segar yang akan
digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera digunakan setelah
disuling.
2.
Pada waktu disuling jangan
ada air yang memercik
3.
Alat penampung dan cara
menampung air suling harus seaseptis mungkin
Sumber pirogen :
1.
Air suling yang telah
dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
2.
Wadah larutan injeksi dan
bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.
Uji pirogenitas :
dengan mengukur
peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan penyuntikan i.v
sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara
detailnya lihat FI.ed.II )
Diperiksa dengan melihat wadah
pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping. Kotoran berwarna akan
kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan kelihatan pada
latar belakang hitam.
Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci
bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada suhu 1050; Timbang satu
per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah dengan air,
kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 1050 sampai
bobot tetap; Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera ,
kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang
tertera.
Syarat keseragam bobot
seperti pada tabel berikut ini.
Bobot yang tertera pada etiket
|
Batas penyimpangan ( % )
|
Tidak lebih dari 120 mg
Antara 120 mg dan 300 mg
300 mg atau lebih
|
10,0
7,5
5,0
|
Untuk injeksi
dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari
volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar
berikut ini.
Volume pada etiket
|
Volume tambahan yang dianjurkan
|
|
cairan encer
|
cairan kental
|
|
0,5 ml
1,0 ml
2,1 ml
5,0 ml
10,0 ml
20,0 ml
30,0 ml
50,0 ml atau lebih
|
0,10 ml ( 20 % )
0,10 ml ( 10 % )
0,15 ml ( 7,5 % )
0,30 ml ( 6 % )
0,50 ml ( 5 % )
0,60 ml ( 3 % )
0,80 ml ( 2,6 % )
2,00 ml ( 4 % )
|
0,12 ml ( 24 % )
0,15 ml ( 15 % )
0,25 ml ( 12,5 % )
0,50 ml ( 10 % )
0,70 ml ( 7 % )
0,90 ml ( 4,5 % )
1,20 ml ( 4 % )
3,00 ml ( 6 % )
|
F. Syarat - Syarat Obat Suntik
Syarat berikut
hanya berlaku bagi injeksi berair :
1.
Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek
toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk
meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
2.
Jika berupa larutan harus
jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi.
3.
Sedapat mungkin lsohidris, yaitu
mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan penyerapannya optimal.
4.
Sedapat mungkin Isotonik,
yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan osmose darah / cairan tubuh,
agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat
dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5.
Harus steril, yaitu bebas
dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik dalam bentuk
vegetatif maupun spora.
6.
Bebas pirogen, untuk larutan
injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali penyuntikan.
7.
Tidak boleh berwarna kecuali
memang zat berkhasiatnya berwarna.
G. Penandaan menurut FI.ed.IV
Larutan
intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan
dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.;
Injeksi
volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau
kurang.
Penandaan
: Pada
etiket tertera nama sediaan, untuk
sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu,
untuk sediaan kering tertera jumlah zat
aktif, cara pemberian, kondisi
penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa,
nama pabrik pembuat dan atau pengimpor
serta nomor lot atau nomor bets yang menunjukkan
identitasnya. Wadah injeksi yang akan
digunakan untuk dialisis, hemofiltrasi
atau cairan irigasi dan volume lebih dari 1 liter, diberi penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus
intravena., untuk injeksi yang mengandung antibiotik : juga harus tertera kesetaraan
bobot terhadap U.I dan tanggal kadaluwarsanya. Injeksi untuk hewan ditandai
untuk menyatakan khasiatnya.
Pengemasan;
Sediaan untuk pemberian intraspinal, intrasisternal atau pemakaian peridural dikemas hanya
dalam wadah dosis tunggal.
H. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi
Keuntungan :
1.
Bekerja cepat , misalnya
pada injeksi Adrenalin pada schock anfilaksis.
2.
Dapat digunakan jika : obat
rusak jika kena cairan lambung, merangsang jika ke cairan lambung, tidak
diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
3.
Kemurnian dan takaran zat
khasiat lebih terjamin
4.
Dapat digunakan sebagai depo
terapi
Kerugian :
1.
Karena bekerja cepat, jika
terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
2.
Cara pemberian lebih sukar,
harus memakai tenaga khusus.
3.
Kemungkinan terjadinya
infeksi pada bekas suntikan.
4.
Secara ekonomis lebih mahal
dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar